Label

Selasa, 15 Maret 2011

Aliran Sesat di Serambi Mekah


MUSIBAH kali ini bukanlah musibah air bah seperti tsunami tahun 2004 yang lalu, tapi musibah kali ini adalah musibah umat muslim Aceh yang kembali digoncangkan oleh aliran sesat di tanah Serambi Mekkah dengan pendangkalan akidah yang lazim kita jumpai.

Berita yang begitu anyar di media akhirnya terungkap juga, kali ini Banda Aceh yang menjadi sasaran empuknya pada dedengkot yang menjadi da’i untuk mencari pengikutnya itu.

Tepat awal Maret lalu, Pemerintah Kota Banda Aceh telah mensinyalir kehadiran komunitas/kelompok/organisasi yang bertentangan dengan syariat Islam tersebut, namun saat itu belum diketahui secara pasti apa nama dari komunitas atau aliran tersebut.

Tidak lama berselang beberapa hari, berbagai informasi tentang keberadaan aliran memang cukup santer, terutama di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter.

Salah satu dosen Fakultas Ekonomi Unsyiah, sempat menanyakan kepada saya tentang keberadaan aliran tersebut via Twitter, saya pun agak bingung mencari tahu keberadaan mereka. Namun, saya pun melihat-melihat aliran apa saja yang sempat “mangkal” di Aceh beberapa tahun belakangan ini lewat berita-berita di internet, lalu yang ada hanya ada aliran Millah Abraham (MA) yang sempat berada di daerah Peusangan, Kabupaten Bireuen.

Setelah menelusuri lebih lanjut, MA ini pun sudah berhasil dibubarkan oleh masyarakat dan perangkat desa serta kepolisian setempat dengan tertib. Kejadian ini pun melanda di Bireuen sudah beberapa bulan yang lalu, tepatnya sekitar bulan Oktober 2010.

Lalu menyangkut dengan kota Banda Aceh, saya tidak berani menyimpulkan bahwa MA telah ada di Banda Aceh. Karena mereka lazim bersosialisasi dalam bentuk komunitas bahkan lewat jejaring sosial yang banyak digandrungi anak muda/i sekarang, selain itu tempat-tempat publik, seperti warung kopi atau cafe yang banyak di Banda Aceh juga jadi sasaran prioritas.

Setelah melihat dan membaca berbagai berita yang dilansir oleh media nasional, akhirnya terbongkar sudah bahwa aliran ini hanya mengerjakan shalat satu waktu, begitulah informasi yang masuk ke Pemkot Banda Aceh. Tidak hanya itu, mereka yang mengaku alirannya ini benar menurut konteks mereka, melakukan ritual penyucian mesjid yang dimasuki oleh orang yang bukan bagian dari pengikut mereka. Bahkan, kabar burung di Twitter (kicau burung) sempat ada pembaptisan untuk anggota baru. Wallahu’alam

Syukurnya untuk masalah pendangkalan akidah di Banda Aceh ini telah mendapat dukungan dari berbagi kalangan selain Pemkot dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), juga hadir dari kelompok mahasiswa serta DPR Aceh yang membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri keberadaan aliran ini lebih lanjut. (Waspada, 8 Maret 2011)

Setelah pembentukan Pansus oleh DPR Aceh, akhirnya terbongkar sudah praktik pendangkalan akidah tersebut yang dilaporkan oleh berbagai sumber yang masuk ke Pemkot dan MPU ini bernama aliran Mukmin Mubaligh (MM). Sempat juga disinyalir pimpinan MA tersebut bernama Zainuddin yang sudah merekrut ratusan siswa/i SMA serta mahasiswa di sejumlah fakultas di kampus Unsyiah.

Ciri-ciri Aliran Mukmin Mubaligh
Dari berbagai sumber yang saya dapat, beberapa keanehan bisa ditemukan dengan pengikut aliran ini. Salah satunya mereka (pengikut MA, red) yang masih mempunyai orang tua akan berlaku tidak wajar saat disuruh beribadah di rumah, dalam hal ini shalat dan lebih banyak memilih bungkam untuk berbicara.

Jangan heran jika penampilan yang menonjol dari da’i (istilah untuk mereka yang merekrut korban) tidak seperti orang-orang da’i lainnya, mereka tidak bersarung seperti santri, apalagi berkain sarung atau sorban seperti tengku-tengku pengajian apalagi berjenggot lebat seperti pada da’i umumnya.

Mereka berpakaian rapi, berpenampilan necis (mungkin lebih sering disebut gaul), memang layaknya anak muda jaman sekarang, baju kaos atau bercelana jeans dengan setelan lengkap. Ini dilakukan semata-mata agar mereka bisa masuk ke tempat-tempat publik, baik dikalangan mahasiswa atau tempat umum lainnya.

Para da’i dari MM ini memang begitu fasih membaca Al-Qur’an, lalu melakukan penafsiran ayat-ayat secara nyeleneh. MM juga melakukan shalat sehari sekali, dan dilakukan pada malam hari tanpa harus wudhu terlebih dahulu. Urusan puasa Ramadhan bagi mereka juga tidak wajib, dan hanya berpuasa sesuai dengan mood saja (tidak perlu menahan lapar dan haus).

Salah satu kasus aliran MM ini pernah terjadi di Desa Modo, Lamongan, Surabaya, dan Trenggalek pada Desember 2006 yang silam. Salah satu da’i mereka yakni Rusdianto, pemuda yang berusia 27 tahun yang sanggup menghimpun 150 pengikut dengan “kecerdikannya”. Padahal untuk berdakwah sendiri, Rusdi tidak punya tempat khusus atau tetap, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Mengapa sasarannya muda/i? siapa yang tidak kepincut dengan iming-iming shalat lima waktu menjadi satu waktu dan bahkan untuk urusan berpuasa bisa seenak hati.

Hasil pengakuan Rusdi setelah dibekuk polisi Lamongan, kader-kader yang direkrutnya berumur dari 15 – 25 tahun. Alasannya mudah didekati dengan iming-iming kewajiban shalat yang bisa satu waktu tadi. (Waspada Aliran Sesat, selamatkanbangsa.blogspot.com)

Pencegahan Untuk Muda/i
Jika “musibah” seperti ini sudah mulai menampakkan belang, bukan tidak mungkin tanpa kewaspadaan yang hati-hati pada masing-masing diri bisa menjadi korban berikutnya. Untuk pencegahan sendiri memang tidak mungkin mengandalkan orang lain, yang paling utama adalah orang dekat, orang tua atau keluarga misalnya yang menjadi acuan utama mengawasi setiap gerak-gerik anaknya.

Bagaimana dengan siswa/mahasiswa pendatang ke Banda Aceh? tentu ini hal yang lumayan rumit. Apalagi jika mereka adalah penghuni kost-kostan, tentu disini peran lingkungan yang sehat, masyarakat dan rekan-rekannya.

Namun, ada beberapa poin penting untuk mencegah aliran ini bisa tembus ke setiap muda/i, yakni pendekatan agama ke tempat-tempat pengajian secara rutin, balai-balai/dayah, dan tempat lainnya yang memang bisa dipercaya. Karena saya yakin, sebesar itu Banda Aceh dan Aceh Besar masih begitu banyak tempat-tempat untuk mencari ilmu agama yang masih bersih dan berada dalam koridor Syariat Islam.

Kurangi untuk keluar malam-malam yang tidak perlu, hindari kesendirian ditempat publik, perbanyaklah berzikir, ingat Allah, kurangi bentuk hura-hura yang tidak bermanfaat. Datangilah tempat-tempat pengajian seminggu sekali minimal, jika melihat ketidaksesuaian gerak-gerik teman atau kerabat segera beritahu orang yang dipercayai, semisal orang tua, tengku-tengku, ustadz.

Apalagi untuk mereka siswa/i yang masih ABG, dengan kondisi yang sering labil atau ababil istilahnya , jangan terperangkap dengan ajakan-ajakan yang tidak sebagaimana mestinya atau tidak biasanya, apalagi harus ke suatu tempat yang asing. Baik setelah pulang sekolah atau saat ada les di luar rumah.

Karena kita tahu, aliran MM ini memang mencari korban umur-umur muda. Jadi, tidak menutup kemungkin semuanya bisa terperangkat jejak-jejak mereka.

Sekian dulu postingan kali ini, kalau orang Aceh bilang, “nyoe haba peuingat, kon cuma peuingat gob, tapi nyang pasti dilee peuingat droe keu droe, menyoe get neucok, nyang salah neu peubeutoi, leubeh kureueng bak Po Tallah lon lake Ampon”. Wallahu’alam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar